Tuesday, May 14, 2013

Apa itu CSR? Apakah semua kegiatan diatasi oleh CSR? Pengertian CSR


APA ITU CSR? PENGERTIAN CSR Corporate Social Responsibilty
Definisi CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. COntoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.
Seberapa jauhkah CSR berdampak positif bagi masyarakat ?
CSR akan lebih berdampak positif bagi masyarakat; ini akan sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Studi Bank Dunia (Howard Fox, 2002) menunjukkan, peran pemerintah yang terkait dengan CSR meliputi pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi. Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan tanggung jawab sosial perusahaan yang sekaligus dapat dinilai sebagai keunggulan kompetitif dalam meningkatkan citra positif perusahaan. Melalui kegiatan CSR , perusahaan dapat berpartisipasi secara aktif dalam memberikan solusi terhadap permasalahan sosial seperti kemiskinan, pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Sedemikian pentingnya makna CSR bagi perusahaan, Infomedia sebagai perusahaan yang fokus dalam bisnis penyediaan layanan informasi dan komunikasi berkomitmen untuk menjadi mitra lingkungan yang baik dan menjunjung nilai moral melalui pelaksanaan kegiatan CSR dalam berbagai aspek.
Komitmen Infomedia kepada masyarakat, yaitu menjadi mitra lingkungan yang baik dan menjunjung nilai moral diwujudkan melalui penyusunan konsep corporate social responsibility Infomedia, yaitu "I-CARE" Infomedia Corporate Action for Recovery and Empowerment. I-CARE akan menjadi umbrella brand bagi Infomedia untuk semua aktifitas sosial perusahaan, agar dapat dikelola secara lebih terarah dan terukur sebagai bagian dari pelaksanaan good corporate governance maupun sebagai investasi sosial dalam corporate philanthropic bagi masyarakat.
Pada tahun 2011 ini, kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan semakin diupayakan untuk lebih terarah dan fokus pada pengembangan masyarakat yang berkelanjutan melalui konsep I-CARE, yaitu :
I-CARE (Infomedia Corporate Action for Recovery and Empowerment), merupakan kegiatan tanggung jawab perusahaan bagi pemulihan dan pemberdayaan sosial yang dikembangkan untuk melanjutkan komitmen perusahaan terhadap kepedulian sosial dan pemberdayaan masyarakat secara konsisten dan berkelanjutan.
Corporate Action
I-CARE adalah brand kegiatan korporat Infomedia yang menjadi fokus tata kelola seluruh kegiatan sosialnya, baik yang dilaksanakan oleh sumber daya perusahaan maupun secara bersama - sama dengan pihak lain, seperti Telkom Group, perusahaan lain dan masyarakat dalam lingkup pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan.
Recovery and Empowerment
Program I-CARE akan memprioritaskan pada kegiatan-kegiatan sosial yang berdampak pada pemulihan kemampuan sosial (recovery) maupun pemberdayaan dan pengembangan kompetensi masyarakat (empowerment). Dari sisi pemulihan kemampuan sosial, kegiatan yang akan disasar adalah dukungan perusahaan yang berdampak langsung pada penguatan kemampuan suatu komunitas sosial dalam kehidupan yang mandiri. Di sisi pengembangan kompetensi masyarakat, prioritasnya adalah pemberdayaan kewirausahaan hingga bantuan pendanaan bagi komunitas yang membutuhkan untuk lebih maju secara berkelanjutan














ISO 26000 menyadarkan kita bahwa fokus dari kegiatan tanggung jawab sosial tidak hanya untuk pemangku kepentingan eksternal, tetapi juga untuk pemangku kepentingan internal organisasi.
Fokus kegiatan tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) selayaknya tidak hanya untuk pemangku kepentingan di luar organisasi, tetapi juga untuk pemangku kepentingan di dalam organisasi. Banyak pemimpin perusahaan jika diperkenalkan dengan topik mengenai fokus internal ini mempertanyakan: bukankah pemangku kepentingan di dalam organisasi sudah ditangani oleh bidang sumber daya manusia (SDM)? Jika akhirnya mereka bersikeras CSR hanya berfokus pada kondisi di luar perusahaan atau organisasi, artinya tanggung jawab sosial perusahaan tersebut tidak mungkin akan menjadi tanggung jawab sosial yang bersifat holistik.
Menurut ISO 26000 terdapat dua hal utama untuk melakukan CSR holistik, yakni mengikutsertakan dan menyadari keterkaitan antara ketujuh area tanggung jawab sosial. Ketujuh area CSR tersebut adalah Tata Kelola, Hak Asasi Manusia (HAM), Praktik Ketenagakerjaan, Lingkungan, Praktik Bisnis yang Adil, Isu Konsumen, serta Pengembangan dan Pelibatan Komunitas.
Jika kita cermati, area tanggung jawab sosial holistik mencakup sepanjang rantai nilai perusahaan, mulai dari pemasok, proses produksi, pemasaran, sampai tanggung jawab atas limbah yang dihasilkan. Selain itu, organisasi juga harus memperhitungkan ketergantungan antarketujuh area tersebut. Misalnya, isu hak dan prinsip fundamental pekerja pada area HAM akan berkaitan/tergantung pada isu kesehatan dan keselamatan kerja yang merupakan bagian dari area ketenagakerjaan.
Integrasi dalam organisasi berarti memasukkan area tersebut ke dalam strategi tanggung jawab sosial atau social responsibility (SR), rencana tindakan (action plan), dan komunikasi di mana kegiatan tanggung jawab sosial harus disesuaikan dengan konteks organisasi. Misalnya, jenis organisasi, tujuan yang akan dicapai, jenis kegiatan bisnis, dan skala organisasi.
Konteks Indonesia
Di Indonesia, peraturan-peraturan mengenai CSR yang dikeluarkan pemerintah daerah (pemda) hanya menekankan pada kegiatan filantrofi, jadi tidak holistik. Ini karena pemahaman pemerintah pusat dan daerah sangat sempit. Mereka memahami CSR sebatas sebagai kegiatan filantrofi yang hanya terfokus untuk pihak di luar perusahaan. Dengan demikian tidak mengherankan bila perusahaan hanya fokus pada hal-hal yang diatur tersebut dan kurang menghiraukan kondisi di dalam maupun pemangku kepentingan dalam perusahaan.
Contohnya adalah pemanfaatan dana CSR untuk pembangunan di daerah, yang mencakup, antara lain pendidikan komunitas lokal, kesejahteraan sosial, kemitraan usaha kecil menengah (UKM), dan infrastruktur, yang tercantum dalam peraturan. Peraturan tersebut terdiri dari Peraturan Gubernur Jawa Barat No 30 Tahun 2011 tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di Jawa Barat; Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No 4 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Peraturan Gubernur Lampung No 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan CSR/PKBL di Provinsi Lampung; Peraturan Wali Kota Cilegon No 3 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Cilegon Corporate Social Responsibility (CCSR) di Kota Cilegon; dan Keputusan Bupati Jombang No 188.4.45/29/415.10.10/2011 tentang Tim Koordinasi Perencanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Program PKBL-CSR di Kabupaten Jombang.
Peraturan dari pemerintah pusat, khususnya PP No 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, di antaranya menekankan pada tiga hal utama, yakni mewajibkan adanya perencanaan CSR, adanya alokasi dana, dan pelaporan kegiatan CSR serta pertanggungjawabannya pada rapat umum pemegang saham (RUPS).
Jadi, mulai dari pemerintah pusat sampai dengan daerah, presiden, gubernur, wali kota, dan bupati membuat aturan-aturan CSR. Aturan ini berbeda-beda di setiap daerah, jadi beda daerah beda aturan. Hal ini yang perlu diperhatikan perusahaan, yang tentunya bakal menambah sakit kepala tim CSR.
Siklus Hidup CSR
Untuk mengurangi kepusingan para anggota tim CSR, perusahaan dapat menggunakan ISO 26000 sebagai pedoman perencanaan CSR. Selain itu, penulis bersama dengan Tony Simmonds, ahli manajemen proyek dan risiko, telah merumuskan suatu diagram yang dapat digunakan oleh perusahaan maupun organisasi untuk merencanakan CSR.
Di bawah ini ada diagram yang kami sebut sebagai “Siklus Hidup” CSR, mulai dari “kelahiran” sampai dengan “penyelesaian”, yang kami sebut sebagai “Radyati-Simmonds” CSR Life Cycle atau Siklus Hidup CSR “Radyati-Simmonds”. (Catatan: diagram tidak dapat ditampilkan pada edisi elektronik ini karena masalah teknis)
Perusahaan/organisasi pertama kali harus menentukan kebijakan CSR yang akan dilakukan sesuai dengan konteks organisasi sebelum melaksanakan langkah-langkah dalam diagram Radyati-Simmonds tersebut.
Langkah pertama adalah identifikasi dan due diligence. Hal ini sesuai dengan ISO 26000, di mana pada tahap ini komite/tim CSR mengkaji semua kegiatan dan keputusan yang diambil perusahaan serta dampak negatif yang aktual dan potensial dihasilkan kedua hal tersebut. Dampak negatif yang harus diidentifikasi adalah pada aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi, serta organisasi harus merumuskan tindakan untuk menghindari dan mengurangi dampak tersebut.
Desain yang Sesuai
Langkah kedua, tim CSR harus mendesain praktik CSR (proyek/program/kegiatan) yang sesuai dengan hasil dari langkah pertama. Jadi, desain dapat berupa suatu proposal yang terintegrasi yang disepakati bersama pihak-pihak yang berkaitan, misalnya divisi SDM, keuangan, akuntansi, dan operasional.
Setelah merumuskan desain CSR, tim dapat melanjutkan dengan perencanaan pelaksanaan dan risikonya. Misalnya pada tahap awal program CSR, perusahaan melakukan pemetaan sosial dengan melibatkan konsultan dan menggunakan kendaraan perusahaan. Ternyata, pengemudi lengah dan menabrak pengendara bermotor di suatu desa. Maka dapat timbul risiko yang sangat besar. Misalkan, penduduk marah dan membakar kendaraan, kemudian menuntut perusahaan menunjang biaya kesehatan dan perawatan korban seumur hidupnya.
Biaya yang ditimbulkan oleh risiko dapat jauh lebih besar dari biaya pemetaan sosial. Jadi, risiko perlu diidentifikasi dan strategi untuk mengurangi atau mengelolanya perlu diupayakan. Setelah perencanaan selesai, berikutnya adalah tahap pelaksanaan, monitor, dan kontrol. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memastikan pelaksanaan telah sesuai dengan perencanaan.
Mengukur Dampak
Berikutnya adalah serah terima. Tahap ini boleh dilaksanakan, boleh juga tidak, tergantung jenis kegiatan CSR-nya. Misalnya, jika kegiatan CSR adalah pembangungan tempat ibadah maka perlu serah terima kepada komunitas. Jika programnya adalah pelatihan CSR untuk karyawan, hal ini tidak perlu dilakukan.
Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi dan mengukur dampak CSR untuk para penerima manfaat (komunitas, pemerintah, karyawan, dll.) serta untuk perusahaan sendiri. Evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat kegiatan CSR untuk perusahaan, yang disebut dengan CSR strategis, karena jika kurang bermanfaat maka program tidak usah diulang lagi.
Pemeliharaan dan keberlanjutan adalah tahap sangat penting untuk mewujudkan keberlanjutan CSR yang memberikan dampak signifikan. Misalnya, melalui pendampingan, pemeliharaan hubungan dengan penerima manfaat, dll.
Pelaporan dan komunikasi CSR penting, untuk membuat para pemangku kepentingan yang relevan menghargai upaya perusahaan dan pada akhirnya dapat meningkatkan citra perusahaan.
Tahap terakhir adalah finalisasi. Keterlibatan perusahaan/organisasi dalam suatu program tidak bisa seumur hidup, jadi harus ada akhirnya. Artinya, penerima manfaat harus mampu memelihara sendiri program yang telah diberikan. Sementara itu, secara internal, pertanggungjawaban program harus diselesaikan.


No comments:

Post a Comment