Saturday, June 22, 2013

Kenaikan harga BBM & Ulang Tahun Jakarta

Ulang tahun Jakarta dan kenaikan harga
BBM
Koran SINDO
Sabtu, 22 Juni 2013 − 08:30 WIB
Ilustrasi. (Dok. Sindo)

Tak ada lagi rasanya hadiah yang lebih
fenomenal bagi ulang tahun DKI Jakarta
selain yang terjadi di ulang tahun yang
ke-486 ini, yaitu kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Dengan jumlah kendaraan bermotor
mencapai 13,3 juta unit yang terdiri atas
sekitar 9,9 juta motor, 2,6 juta mobil, 0,5
juta mobil angkutan, dan 0,3 juta bus (Polda
Metro Jaya), jelas Jakarta menjadi provinsi
yang paling haus menenggak BBM
bersubsidi. Memang tak semuanya berasal
dari Jakarta, melainkan juga dari kota-kota
satelit di sekeliling Jakarta, yaitu Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek).
Kondisi ini pula kiranya yang sering kali
menjadi salah satu alasan pembenar para
pengkritik subsidi BBM karena melihat para
penikmat subsidi BBM umumnya adalah
kalangan menengah dan atas yang
cenderung mampu secara ekonomi. Memang
benar, penduduk Jakarta sudah sedemikian
tergantung pada kendaraan pribadi sehingga
akhirnya mendorong borosnya konsumsi
BBM bersubsidi. Jika melihat kondisi
Jakarta yang memang belum mencukupi
transportasi massalnya, tak aneh bila
penduduknya menjadi pengguna kendaraan
pribadi.
Bahkan kepemilikan kendaraan pribadi
menjadi suatu keharusan bagi sebagian
warga Jakarta. Mereka adalah warga
Jakarta yang tempat tinggalnya relatif tidak
terjangkau sistem transportasi massal yang
relatif cukup bisa diandalkan seperti kereta
listrik dan Transjakarta. Bagi mereka secara
ekonomi tidak efisien jika menggunakan
moda transportasi massal tersebut sehingga
kendaraan pribadi menjadi opsi terbaik
dibandingkan harus naik bus umum atau
angkutan kota yang jalurnya semrawut,
kualitasnya rendah, dan tinggi tingkat
kriminalitasnya.
Bahkan atas kondisi itu, salah satu kantor
berita asing pernah menurunkan sebuah
liputan yang menjadi perhatian dunia
internasional tentang penduduk Jakarta yang
harus menghabiskan porsi terbesar dari
penghasilannya untuk cicilan sepeda motor.
Artinya secara sistemik kondisi memaksa
penduduk Jakarta dan Bodetabek
menghabiskan penghasilannya untuk
mencicil sepeda motor, juga mobil, alih-alih
untuk keperluan peningkatan gizi anak-
anaknya.
Masalah ini jelas memberikan porsi yang
tidak sedikit dalam peningkatan konsumsi
BBM bersubsidi. Sebagai dampaknya,
Jakarta kian tidak nyaman untuk ditinggali.
Kemacetan dan polusi menjadi menu sehari-
hari. Di jam-jam sibuk, kemacetan bahkan
sudah menyergap warga Ibu Kota dari jalan-
jalan kompleks perumahan dan semua
“jalan tikus”. Nyaris tidak ada ruas jalan
yang tidak macet.
Ritme kerja tinggi yang harus dihadapi
umumnya penduduk Jakarta ternyata harus
ditambah lagi dengan rasa frustrasi
mengarungi lautan macet saat berangkat
dan pulang kerja. Rasanya perlu juga
dibuatkan suatu studi yang melihat korelasi
antara kemacetan dan stres yang
menghinggapi warga Jakarta. Untungnya
perubahan yang dijanjikan pasangan
Gubernur dan Wakil Gubernur Joko Widodo
(Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
sedikit demi sedikit mulai dijalankan.
Hal itu terlihat dari progres penambahan
bus-bus baru Transjakarta dan mulai
diluncurkannya kembali proyek monorel
yang sempat mangkrak. Semua pihak harus
mendukung program yang baik ini. Memang
Jakarta harus menjadi percontohan dalam
perbaikan dan inovasi.
Kemacetan, tingginya kepemilikan kendaraan
pribadi, serta tingginya konsumsi BBM
merupakan masalah yang pernah dihadapi
kota-kota metropolitan di berbagai belahan
bumi dan mereka mampu menyelesaikannya
terutama lewat penguatan transportasi
massal dan perbaikan pola pemukiman. Jika
mampu menguatkan transportasi massalnya,
Jakarta akan menjadi role model bagi
semua kota besar di Indonesia dalam
menyejahterakan warganya sekaligus
menekan konsumsi BBM bersubsidi.

sumber : m.sindonews.com/read/2013/06/22/16/752755/ulang-tahun-jakarta-dan-kenaikan-harga-bbm

No comments:

Post a Comment